
Kabupaten, Wartatasik.com – Kini genap berusia 393 tahun, sebuah usia yang panjang, namun sayangnya belum cukup dewasa dalam hal keberpihakan kepada rakyat.
Ditengah semarak peringatan hari jadi, ada ironi yang tak bisa disembunyikan: jalan rusak berat sepanjang ±12 km di ruas Papayan – Cikalong, termasuk di Kecamatan Pancatengah, masih dibiarkan menganga seperti luka lama yang tak kunjung disembuhkan.
Dandi Nurahman, warga Pancatengah yang juga anggota komunitas Dinas Pangedulan, mengatakan, pada tahun 2022, penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Samsat Kabupaten Tasikmalaya mencapai Rp95 miliar, meningkat dari tahun sebelumnya.
“Dari angka tersebut, minimal 10% menjadi bagian Kabupaten Tasikmalaya, yaitu sekitar Rp9,5 miliar. Sebuah angka yang seharusnya cukup untuk mulai menambal luka jalan yang sudah lama menganga,” ujarnya, Sabtu (26/7/25)
Sayangnya, lanjutnya, hak dasar masyarakat untuk mendapatkan infrastruktur yang layak justru diabaikan. Ironisnya, jalan yang rusak ini merupakan urat nadi masyarakat: penghubung ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
“Bahkan, jalan itu pula yang dulu mengantar seorang warga bernama Cecep Nurul Yakin hingga menjadi Wakil Bupati dan kini menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya. Namun kini, jalan yang sama dibiarkan hancur, seolah tak pernah punya sejarah penting,” tambahnya.
Lanjutnya, apa gunanya masyarakat membayar pajak kendaraan jika hasilnya tak kembali dalam bentuk pelayanan dasar yang nyata? Apa fungsi anggaran bila hanya habis untuk rapat-rapat dan tiket perjalanan dinas ke luar kota, bukan untuk menyentuh tanah yang diinjak warganya sendiri?
“Jika biaya perbaikan jalan rusak ±12 km itu membutuhkan sekitar Rp48 miliar, lalu ke mana saja dana-dana itu mengalir? Mengapa jalan rusak tetap jadi pemandangan abadi, padahal pajak terus dipungut tanpa ampun?” katanya.
Maka hari jadi ke-393 ini bukan hanya perayaan. Ini adalah alarm keras. Sudah saatnya Bupati Tasikmalaya dan jajaran pemerintah daerah berhenti berpura-pura tidak tahu. Jalan rusak adalah simbol pengabaian. Dan rakyat yang terus membayar pajak tanpa menerima haknya adalah korban dari tata kelola yang buruk.
“Jangan sampai usia yang hampir empat abad hanya mencatat sejarah seremonial, bukan sejarah keberpihakan kepada rakyat,” tandasnya. asron