
Kota, Wartatasik.com – Jelang hari jadi Kota Tasikmalaya yang jatuh pada tanggal 17 Oktober mendatang, lembaga riset sejarah, sosial dan budaya Soekapoera Institute meminta DPRD menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas ulang dasar penetapan hari jadi Kota Tasikmalaya.
Surat resmi yang dilayangkan tersebut bernomor 017/E/SI/X/2025 dan dikirim pada 10 Oktober 2025 lalu, ditujukan kepada Ketua DPRD Kota Tasikmalaya.
Hal tersebut diungkapkan Founder Soekapoera Institute, Muhajir Salam, SS. M.Hum. Dikatakannya, dalam surat tersebut, Soekapoera Institute menyampaikan permohonan agar RDP dilaksanakan pada 16 Oktober 2025 mendatang di Gedung DPRD Kota Tasikmalaya.
“Dengan agenda meninjau kembali Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Hari Jadi Kota Tasikmalaya. Kami menilai kalau penetapan tanggal 17 Oktober 2001 sebagai Hari Jadi Kota Tasikmalaya masih menyisakan keraguan. Pasalnya, dasar penetapan itu tidak memiliki pijakan historis yang kuat dan cenderung lebih menekankan pada peristiwa administratif semata,” ujarnya, Senin (13/10/2025).
Penetapan itu, lanjutnya, mengacu pada seremoni peresmian pemerintahan kota oleh Menteri Dalam Negeri di Jakarta. Momentum ini tidak mencerminkan peristiwa historis yang menandai lahirnya kota secara substansial,” kata dia, saat ditemui di Tasikmalaya, Senin (13/10/2025).
Lanjutnya, jejak historis menunjukan bahwa kota Tasikmalaya telah lahir dan tumbuh menjadi pusat aktifitas sosial, politik, ekonomi dan budaya, bahkan sejak lebih dari 100 tahun silam.
“Artinya, identitas Kota Tasikmalaya kini telah terbentuk lama jauh sebelum titimangsa 17 Oktober 2001 sebagaimana diatur dan ditetapkan dalam Perda nomor 9 tahun 2003,” imbuhnya.
“Maka dari itu, titimangsa hari jadi Kota Tasikmalaya tanggal 17 oktober 2001 sangat meragukan dan memancing banyak pertanyaan kritis yang membutuhkan jawaban rasional berdasarkan telaah historis yang tepat,” paparnya.
Senada, Direktur Soekapoera Institute, Duddy Rachayu Suhada. Ia menegaskan kalau hari jadi sebuah kota seharusnya merefleksikan tonggak lahirnya semangat dan perjuangan masyarakat dalam membangun daerahnya.
“Penting bagi DPRD untuk membuka ruang dialog yang melibatkan sejarawan, akademisi, dan pegiat budaya agar keputusan terkait hari jadi kota memiliki dasar historis yang lebih kokoh,” ungkapnya.
Penentuan hari jadi bukan sekadar soal tanggal, lanjutnya lagi, melainkan simbol identitas kolektif yang mencerminkan nilai, harapan, serta perjuangan warganya.
“Karena itu, kami berharap DPRD bisa meninjau ulang perda yang ada,” pungkasnya. Red.