
Referensi – Ketika Liga 4 seri 1 Piala Gubernur Jawa Barat 2025, didepan mata dan siap digelar di berbagai daerah, Kabupaten Tasikmalaya kembali hadir dengan cerita lama: stadion yang masih mangkrak, manajemen sepakbola yang minim persiapan dan pemerintah daerah yang tak kunjung menunjukkan keberpihakan.
Di saat banyak kabupaten lain mulai berbenah dan menjadikan sepakbola sebagai kebanggaan daerah, Kabupaten Tasikmalaya justru terjebak dalam putaran masalah yang sama antara janji pembangunan yang tak selesai dan ketidakmampuan pengelola sepakbola menjalankan tanggung jawabnya.
Stadion yang Mangkrak dan Hilangnya Harapan…
Pembangunan stadion yang sudah lama dijanjikan kini justru menjadi simbol kegagalan pemerintah daerah. Proyek yang seharusnya menjadi kebanggaan warga Tasikmalaya itu kini berubah menjadi bukti nyata ketidakseriusan dan lemahnya manajemen pemerintahan.
Setiap tahun masyarakat hanya disuguhi janji perampungan, janji anggaran tambahan, janji koordinasi lintas dinas. Namun, hasilnya nihil. Stadion yang seharusnya menjadi tempat lahirnya bakat-bakat muda dan menjadi hiburan bagi masyarakat, justru menjadi pemandangan yang kumuh dan tiang-tiang beton tak terurus.
Stadion bukan sekadar bangunan fisik, tapi simbol komitmen dan kebanggaan daerah. Ketika stadion terbengkalai, yang mati bukan hanya proyek pembangunan, tapi juga semangat generasi muda yang bermimpi bermain di tanah sendiri.
Pemerintah kabupaten tampak tidak memiliki sensitivitas sosial untuk memahami bahwa olahraga, terutama sepakbola, adalah ruang pembentukan karakter, disiplin, dan solidaritas masyarakat.
Manajemen klub Persitas Kabupaten Tasikmalaya…
Tidak kalah memperihatinkan adalah kondisi manajemen Persitas, klub kebanggaan Kabupaten Tasikmalaya yang seolah kehilangan arah dan visi.
Selama bertahun-tahun, tidak ada roadmap yang jelas, bahkan komunikasi dengan pendukung dan masyarakat pencinta sepakbola di kabupaten tasikmalaya pun nyaris tidak ada.
Persitas bukan hanya membutuhkan pemain berbakat, tetapi juga membutuhkan manajemen yang transparan, profesional, dan memiliki komitmen membangun agar dapat mengharumkan nama kabupaten tasikmalaya dikancah sepakbola nasional.
Demikian pula Askab PSSI Kabupaten Tasikmalaya, lembaga yang seharusnya menjadi motor utama dalam menggerakkan dan membina sepakbola lokal, justru sering kali dianggap pasif dan jauh dari fungsi idealnya.
Banyak klub-klub amatir di kecamatan yang berjuang dengan dana seadanya tanpa pernah mendapat pendampingan atau perhatian.
Askab seolah kehilangan fungsi sebagai pelayan sepakbola, berubah menjadi lembaga seremonial yang hanya muncul di acara pembukaan, lalu hilang saat rakyat butuh dukungan.
Pemerintah yang Tutup Mata dan Telinga..
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya tampak acuh dan tidak peduli terhadap semua persoalan ini.
Seolah sepakbola bukan bagian dari pembangunan daerah.
Padahal, olahraga adalah bagian penting dari pembangunan sumber daya manusia — sarana pembentukan disiplin, semangat, dan kebanggaan daerah.
Namun yang terlihat justru sebaliknya: minimnya alokasi anggaran, kurangnya perhatian dari pejabat terkait, dan tidak adanya kebijakan yang berpihak pada pembinaan olahraga kabupaten Tasikmalaya terkhusus sepakbola.
Liga 4 seri 1 Piala Gubernur Jawa Barat 2025 : Formalitas Tanpa Esensi
Ketika Liga 4 seri 1 Piala Gubernur Jawa Barat 2025 akan segera bergulir, suasana yang seharusnya menjadi ajang kebanggaan daerah justru terasa hambar dengan persiapan Persitas yang tidak matang. Liga 4 seri 1 ini akhirnya hanya menjadi agenda formalitas, sekadar memenuhi kalender kompetisi.
Para pemain Kabupaten Tasikmalaya yang berbakat kini lebih memilih menepi bahkan memilih merantau membela daerah lain karena di tanah kelahirannya sendiri tidak ada sistem, tidak ada kepastian, dan tidak ada dukungan.
Padahal, di setiap kampung masih banyak anak-anak yang bermain bola di lapangan tanah dengan semangat luar biasa.
Sayangnya, semangat itu dibiarkan padam karena tidak ada perhatian dari mereka yang punya kuasa untuk menyalakannya.
Kritik ini bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk menggugah kesadaran.
Pemerintah daerah, Askab PSSI, dan Manajemen klub Persitas Kabupaten Tasikmalaya harus memahami bahwa masyarakat sudah jenuh dengan janji.
Masyarakat ingin bukti nyata: stadion yang selesai dibangun, kompetisi usia muda yang berjalan, pembinaan berjenjang yang serius, dan pengelolaan yang profesional.
Kabupaten Tasikmalaya memiliki potensi besar — sumber daya manusia yang mencintai sepakbola, masyarakat dengan gairah sepakbola yang luar biasa, dan talenta muda yang berlimpah.
Namun potensi itu akan terus terbuang percuma jika dikelola dengan pola lama yang penuh kepentingan pribadi dan tanpa visi jangka panjang.
Jadi, untuk siapa sepakbola Kabupaten Tasikmalaya ini dijalankan? Apakah untuk kebanggaan rakyat, atau sekadar menjadi panggung kepentingan sementara?
Kita membutuhkan perubahan sikap dan arah.
Kita membutuhkan pemerintah yang hadir, bukan hanya berjanji.
Kita membutuhkan Askab dan manajemen Persitas yang terbuka, profesional, dan melibatkan publik.
Dan yang paling penting, kita membutuhkan keberanian untuk memperbaiki kesalahan lama.
Karena jika hari ini kita diam, maka sejarah akan mencatat bahwa Kabupaten Tasikmalaya pernah memiliki potensi besar. Namun, gagal karena dikhianati oleh ketidakpedulian dari pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait. **
Penulis: Dandi dari Komunitas Dinas Pangedulan
