
Kabupaten, Wartatasik.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi pemerintah bersama Badan Gizi Nasional (BGN) sejatinya merupakan langkah strategis dan visioner dalam membangun generasi emas Indonesia.
Program ini bukan sekadar kebijakan sosial, melainkan investasi jangka panjang untuk kualitas sumber daya manusia khususnya bagi anak-anak bangsa yang menjadi harapan masa depan.
Namun, idealisme besar tersebut tampaknya tidak sepenuhnya terwujud di wilayah Tasik Timur. Alih-alih menjadi ruang kolaborasi dan pemberdayaan ekonomi lokal, pelaksanaan MBG justru terindikasi menjadi lahan kepentingan kelompok tertentu.
Hal itu diungkapkan Ketua Bidang Kaderisasi Mahasiswa Tasik Timur (MTT), Dina Diana Ginanjar. Dikatakannya lagi, skema yang seharusnya transparan dan partisipatif malah didominasi oleh satu figur yang memegang kendali penuh mulai dari koperasi pemasok bahan, hingga dapur penyedia makanan.
“Ironisnya, figur tersebut disebut-sebut merupakan pejabat publik yang memiliki keterlibatan politik aktif, sehingga membuka ruang konflik kepentingan dan dugaan pelanggaran etika jabatan,” imbuhnya.
Lebih menyedihkan lagi, lanjutnya, dalam sepekan terakhir, muncul laporan menu MBG yang basi di wilayah Gunungtanjung. “Dari tiga dapur penyedia, dua diantaranya teridentifikasi berjejaring langsung dengan pihak-pihak yang sama, yang diduga menjadikan MBG sebagai “bancakan politik” dan alat konsolidasi tim sukses,” imbuhnya.
Padahal, katanya, semangat utama MBG adalah memastikan setiap anak mendapatkan hak atas makanan sehat, sekaligus mendorong ekonomi lokal melalui kolaborasi dengan koperasi rakyat, KDMP, UMKM, atau BUMDes di daerah.
“Ketika pelaksanaan justru dikendalikan oleh segelintir orang dengan motif non-produktif, maka esensi program ini tercederai. Masyarakat kehilangan kepercayaan, dan anak-anak kehilangan hak atas gizi yang layak,” ungkapnya.
Oleh karena itu, tambahnya, BGN bersama pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pola kemitraan, transparansi distribusi, dan keterlibatan publik dalam program MBG di Tasik Timur.
“Pengawasan partisipatif harus diperkuat dengan melibatkan masyarakat sipil, media, dan akademisi agar program nasional ini kembali pada ruh aslinya, menyehatkan, bukan menguntungkan,” tandasnya. Red