Larangan Mudik, Gusdurian Tasik: Masyarakat Jenuh dan Marah terhadap Negara

Larangan Mudik, Gusdurian Tasik: Masyarakat Jenuh dan Marah terhadap Negara | Ist

Kab, Wartatasik.com – Larangan mudik yang ramai diperbincangkan masyarakat akhir-akhir ini menjadi kontroversi dan problematika. Aturan yang mengacu pada SE Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.

Sejumlah kalangan menyebut, aturan tersebut harus dikaji ulang dan dibahas secara matang, sehingga tidak memunculkan polemik di tengah masyarakat. Jangan sampai dengan adanya pelarangan dalam upaya menekan angka kasus positif itu beresiko memunculkan resistensi dari publik yang mau bertransmigrasi dan memunculkan opini negatif dari tamu yang mau menerima silaturahmi dari orang yang akan bertransmigrasi.

Koordinator Gusdurian Tasikmalaya Ardriana Nugraha mengatakan, momen idul fitri harus dijadikan gebrakan besar oleh negara dalam melawan covid, jangan jadikan momen ini sebagai bentuk control negara vs masyarakat, tapi jadikan ini sebagai perlawanan negara vs covid-19.

“Jangan kemudian negara lagi-lagi meminta masyarakat untuk tahan, tahan dan tahan tapi ayo beri contoh, dan beri semangat masyarakat agar bisa melawan (Covid-19) yang hari ini begitu riskan,” harap Ardriana, Sabtu (24/04/2021).

Pihaknya ingin memberi saran agar negara bisa hadir ditengah kerinduan publik dalam menyambut idul fitri dengan cara mengadakan mudik berkala yang termekanisme dan sistemnya terintegrasi oleh satgas pusat.

Salah satu mekanismenya yaitu bahwa orang yang mau mudik harus kemudian di Rapid/Cek terus memiliki izin mudik yang disediakan oleh operator satgas di tiap-tiap daerah misalnya.

“Apalagi kalau kemudian mudiknya bisa terjadwal. Contohnya, H-5 idul fitri bagian warga daerah/Dki Jakarta, H-4 disusul oleh warga Bandung. Selain akan dirasa bisa kondusif, hal ini juga bisa mengurai kemacetan,” beber Andriana.

“Masa PSBB parsial bisa, kok mudik parsial saja gak bisa,” tambahnya sambil melempar senyum.

Melayani masyarakat itu adalah suatu amanat yang harus dijalankan yang dasarnya berangkat dari UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang isinya:

a. bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik;

c. bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas;

d. bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan pengaturan hukum yang mendukungnya.

e.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Pelayanan Publik.

Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.

Kembali lagi pada intruksi pelarangan mudik, Ardriana merasa akan banyak masyarakat yang kian hari kian jenuh dan marah terhadap negara atas pelayanan publik yang tanpa inovasi dan kreatifitas alias masih gitu-gitu saja, sehingga pelayanan publik bisa dianggap belum prima dan berkeadilan.

“Jadi, bagaimana masyarakat gak jenuh dan marah lah, wong tempat wisata diperbolehkan dibuka. Belum lagi banyak sekali paradoks-paradoks mengenai covid ini seperti belum dilaksanakannya kegiatan belajar mengajar secara tatap muka. Sementara beberapa ruang dan beberapa tempat yang berpotensi menularnya covid di legitimasi oleh pemerintah untuk tetap buka,” tegas Ardriana.

“Semoga saja pemerintah bisa mendengar aspirasi dan riuh publik sehingga apa yang mereka putuskan hari ini bisa dipertimbangkan dan semoga saja kita tetap diberi kesehatan oleh Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kita bisa terus menerus berbakti terhadap bangsa, agama dan negara. Merdeka,” tutupnya. Ndhie.

Berita Terkait