Tatang Pahat: Catatan Kecil 100 Hari Pj. Wali Kota Tasik

Tatang Pahat | dokpri

“Hana nguni hana mangke
Tan hana nguni tan hana mangke
Aya ma baheuk tu ayeuna
Hanteu ma baheula hanteu tu ayeuna
Hana tunggak hana watang
Tan hana tunggak tan hana watang
Hanama tunggulna aya tu catangna”
( Prasasti Geger Hanyuang)

(Ada dahulu ada sekarang. Bila tak ada dahulu tak akan ada sekarang. Karena ada masa silam maka ada masa kini. Bila tak ada masa silam tak akan ada masa kini. Ada tonnggak tentu ada batang. Bila tak ada tonggak tentu tak ada batang. Bila ada tunggulnya tentu ada catangnya)
(Yoseph Iskandar, 1993 : 141).

Kota, Wartatasik.com – Atas dasar pemikiran itulah, Penulis sekaligus pemerhati budaya di Tasikmalaya Tatang Pahat menulis esaay yang di anggap penting. Menurutnya, masyarakat maupun pemerintah sangatlah penting untuk memahami bagaimana perkembangan Kota Tasikmalaya.

Bagi masyarakat, diharapkan bisa belajar memahami dari masa lalu dan akan memberikan pelajaran bagaimana tata cara kehidupan bermasyarakat. Sedangkan bagi pemerintahpun, diharapkan mampu memberikan masukan-masukan dalam mengeluarkan berbagai kebijakan.

Apalagi katanya, interaksi dalam konteks eksternal pada saat sekarang ini sudah tidak lagi dalam konteks regional dan nasional, tetapi terjadi interaksi yang lebih luas yaitu interaksi dalam konteks global, “Sebab pada dasarnya, apa yang terjadi pada hari ini sesungguhnya merupakan produk masa lalu,” ucapnya, Selasa (31/01/2023).

“Secara umum dapat memahami bagaimana perkembangan Kota Tasikmalaya di masa sekarang, secara khususnya bisa memahami bagaimana perkembangan Pemkota Tasikmalaya di segala bidang dari mulai perkembangan kehidupan sosial budaya, politik dan ekonomi serta hukum dalam kehidupan bermasyarakat di Kota Tasikmalaya,” tuturnya.

Peran pemerintah (Pj. Wali Kota Tasikmalaya) diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat dan sebaliknya masyarakat diharapkan dapat memahami bagaimana dinamika kehidupan masyarakat Tasikmalaya dari waktu ke waktu.

“Sehingga terjalin hubungan simbiosis mutualisme. Dengan pemahaman ini diharapkan, masyarakat dapat mengambil pelajaran penting yang dapat menjadi pegangan bagi kehidupannya, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang,” ujarnya.

Harapan besar lanjut Tatang, pemerintah dapat memberikan masukan bagi kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkannya. Di sisi lain pemerintah dapat belajar dari masa lalu, bagaimana mengeluarkan kebijakan yang dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan dapat mendorong keterlibatan masyarakat dalam pembangunan Kota Tasikmalaya.

“Guna tercapainya perkembangan pemerintahan dan kehidupan masyarakatnya dalam bidang sosial budaya, politik dan ekonomi serta hukum. Disini peran pimpinan daerah (Pj Wali Kota) merupakan motor penggerak tercapainya harmonisasi proses bermasyarakat yang adil dan makmur,” tegasnya.

Lanjutnya, krisis multi dimensi kini sudah berusia lebih dari lima tahun bahkan lebih. Namun tanda-tanda pemulihan yang diharapkan agaknya masih berjalan sangat lambat dan terseok-seok, Pemulihan yang berjalan lambat ini ditunjukkan antara lain masih rendahnya tingkat kesadaran.

“Serta “mandegnya” nilai komunikasi dan persoalan ini sangat tergantung pada pengemban pratama kebijakan (pemerintah), dalam situasi dan kondisi yang belum kondusif ini, nilai komunikasi adalah satu alternatif penting yang mampu menjebatani, bukan sebuah argumentasi yang mendominasi kisi kisi keberlangsungan harmonisasi bermasyarakat yang bermartabat,” katanya.

Kiranya sudah waktunya dua kekuatan ini menjalin silaturahmi sebab itulah satu-satunya jalan tercapainya tujuan yaitu Kota Tasikmalaya seutuhnya. “Kita tengah berada dalam zona borderless, dimana tidak lagi menemukan kindahan pagi yang sejuk,” imbuhnya.

Dimana dunia ini sudah memakan dunia personal katanya, kalaupun muncul personal personal, kemunculannya diantara kemajemukan dan kepentingan. Masyarakat kini merupakan masyarakat yang menanggung konglomerasi identitas.

Dari persoalan ini selayaknya pemerintah mengedepankan atau mengapungkan proses interaksi antara masyarakat dengan penemban kebijakan, melalaui proses komunikasi yang menciptakan sinergitas antara dua sisi mata uang yang berbeda.

“Jadi dari sini telihat dua eleman ini saling keterkaitan saling belajar, artinya keduannya menjalin hubungan subyek dengan subyek bukannya subyek dan obyek. Sementara yang menjadi obyek adalah realitas, dengan demikian suasana dialogis yang bersipat Intersubyek akan tercipta dengan sendirinya,” katanya.

Yang paling ditekankan dan menjadi hal terpenting dari proses serupa ini jelas Tatang, harus berusaha untuk terlibat dengan perrmasalahan yang nyata dengan membangun suasana yang menyenangkan.

“Sehingga ruang dialogis ini menggiring masyarakat dan pemerintah untuk menumbuhkan rasa percaya diri.
Selamat berjuang pak!” tandasnya. Red

Berita Terkait