Meretas Kembali Pendidikan Keluarga

Fatna Yustianti – Alumni UPI Bandung/UNJ | dokpri

Referensi, Wartatasik.com – Dunia pendidikan adalah hal yang tidak pernah usang untuk dikaji, selalu menarik untuk ditelaah, hal ini dikarenakan pendidikan menjadi hal yang begitu penting bagi perkembangan sosok yang dinamakan manusia.

Hampir semua aspek kehidupan harus dimotori dengan bekal pendidikan. Inilah yang kemudian semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, mulai dari orang tua, para pendidik, termasuk stakeholder pendidikan harus terus memacu membenahi pendidikan sehingga mampu menciptakan sosok-sosok generasi yang menakjubkan.

Hal yang menjadi penting untuk diretas kembali dalam dunia pendidikan adalah peran orang tua dalam pendidikan anak, mengingat ternyata masih banyak orang tua yang belum memahami esensi pendidikan, yakni salah satunya mengindentikan pendidikan dengan sekolah, yang pada akhirnya peran pendidikan dilimpahkan sepenuhnya pada sistem persekolahan.

Tak jarang dibenak mereka pendidikan adalah sekolah, dimana pendidikan berlangsung dengan dibantu oleh para tenaga pendidik, orang tua tidak berperan apapun selain membantu menyelesaikan pekerjaan rumah anak, yang umumnya dibebankan oleh guru kepada para muridnya.

Selain masalah tersebut, yang perlu dicermati pula adalah juga masih tingginya persepsi orang tua (masyarakat) yang beranggapan bahwa semakin megah dan lengkap fasilitas sekolah, maka sekolah tersebut dianggap tempat yang paling tepat untuk menempa anak-anak dan diharapkan bisa menciptakan generasi mendatang dengan lebih baik.

Setelah anak disekolahkan di sekolah ‘bonafid’, maka selesai sudah peran orang tua dalam mendidikan anak. Hal inilah yang menjadi salah satu kerikil tajam dalam upaya menciptakan genarasi tangguh.

Benar adanya bahwa sekolah, dalam konteks formal merupakan sebuah lembaga pendidikan, di mana di dalamnya terdapat kepala sekolah, guru, dan personil lainnya yang mengelola semua kegiatan sekolah, selain itu sekolah memiliki sistem pengajaran yang akan diberian kepada para peserta didik.

Dalam hal ini dapat diartikan bahwa sekolah pada dasarnya adalah tempat belajar, menuntut ilmu, tempat di mana dilakukan interaksi antara seseorang (guru) dengan orang lain (murid).

Namun sesungguhnya, pendidikan tidaklah sesempit hanya dunia persekolahan saja. Sekolah hanya satu dari sekian banyak aspek pendidikan. Banyak aspek pendidikan yang tidak terjangkau oleh persekolahan. Hal inilah yang menjadikan peran orang tua (keluarga) beserta lingkungannya harus lebih intens dalam melakukan pembinaan terhadap anak-anaknya.

Apalagi kini, dimana teknologi informasi yang membuat segalanya serba cepat. Banyak problem-problem anak, utamanya aspek mental yang tidak bisa diselesaikan hanya oleh sekolah saja. Dalam hal ini tentu saja, peran orang tua yang harus ditempatkan pada posisi terdepan.

Berkenaan dengan pendidikan, pemerintah menciptakan tiga jalur pendidikan, yaitu pendidikan formal, informal dan nonformal. Pendidikan formal yaitu pendidikan yang dilakukan di lingkungan sekolah, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi. Pendidikan nonformal adalah pendidikan seperti di lembaga-lambaga pendidikan, kursus-kursus.

Sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan dalam keluarga. Dalam hal ini belajar pada dasarnya dapat dilakukan di tiga tempat, sekolah, lembaga kursus-kursus, dan juga di rumah (keluarga).

Jika kita telaah, pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk membangun kepribadian dan mengubah pola pikir seseorang serta  memberikan bekal keterampilan dalam menjalani kehidupannya. Pendidikan, baik itu dilakukan melalui jalur formal, informal, maupun nonformal memiliki urgensi masing-masing.

Lingkungan keluarga pun menjadi faktor penting yang mampu memberikan kontribusi luar biasa dalam membentuk generasi yang unggul. Pendidikan informal yang berlangsung di dalam keluarga memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam mengembangkan manusia masa depan yang modern sesuai dengan tuntutan zaman.

Pendidikan dari orang tua (keluarga) juga sangat menentukan pada keberhasilan proses pendidikan formal dan/atau nonformal. Hal ini dikarenakan pada dasarnya basis pendidikan formal maupun non formal adalah pendidikan keluarga.

Dalam konteks pendididikan keluarga, bisa kita lihat bahwa keluarga adalah didalamnya ada sosok orang tua. Mengingat begitu pentingnya pendidikan di keluarga, sudah semestinya sejak dini orang tua dapat menanamkan nilai-nilai yang baik yang akhirnya dapat dikembangkan sendiri oleh anak didik di dalam perjalanan hidupnya.

Kita tahu bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil yang di dalamnya terjadi suatu interaksi yang akan membawa pada perubahan-perubahan tertentu sesuai dengan nilai-nilai budaya yang melingkupinya, dalam interaksi tersebut terdapat orang dewasa (orang tua) dan orang yang sedang berproses ke arah kedewasaan.

Dalam interaksi tersebut terdapat proses pemebentukan kepribadian, penanaman nilai-nilai, pentranferan pengetahuan dan keterampilan dari orang tua kepada anak-anaknya.

Jika kita sedikit renungkan, pada dasarnya tempat belajar yang paling murah adalah di rumah atau di keluarga. Lihat saja, orang tua tidak perlu mengeluarkan biaya apapun. Namun, di sini orang tua dituntut untuk bisa menempatkan diri sebagai seoran guru yang mampu membangun sisi kognitif, afektif, dan psikomotorik anak.

Orang tua harus berupaya menyelaraskan segala hal yang diajarkan di rumah dengan di sekolah atau di lingkungan, jangan sampat terjadi dikotomi yang justru membuat bingung seorang anak.

Sistem pembelajaran di rumah sebenarnya bukan suatu yang asing, namun kadang orang tua kurang menyadari bahwa keluarga yang dibangunnya adalah juga merupakan tempat sekolah bagi anak-anaknya. Di sinilah yang perlu kita benahi.

Orang tua sudah selayaknya meluangkan waktunya untuk bersama anak-anak mereka di rumah, sesibuk apapun mereka. Ciptakanlah kebersamaan antara anak dengan keluarga, manfaatkanlah waktu berkumpul dengan anak dengan sebaik-baiknya. Karena waktu tidak dapat berulang atau diputar kembali.

Ketika orang tua mengabaikan waktu untuk bersama dengan anak-anaknya, maka sebenarnya ia telah menyia-nyiakan proses penciptakan generasi yang cerdas. Dapat dikatakan bahwa kualitas pertemuan orang tua dengan anak-anak di rumah menjadi hal utama yang harus bisa kita ciptakan sebaik-baiknya, bila kita menginginkan anak-anak kita sukses di sekolah.

Salah satu alasannya karena jam belajar yang dijalani anak-anak kita di sekolah, tidak jauh lebih lama dengan waktu belajar yang mereka habisnya di rumah atau di luar sekolah.

Pada dasarnya waktu belajar untuk anak di sekolah sangatlah minim. Jika misalnya kita mengasumsikan anak-anak menghabiskan 6 jam di sekolah setiap hari, maka dalam 240 hari jumlah jam yang dihabiskan di sekolah mencapai 1440 jam atau setara dengan 60 hari.

Artinya, selebihnya waktunya lebih banyak di luar sekolah. Nah, di sini lah peran orang orang tua menjadi sangat penting agar bisa diciptakan agar anak bisa belajar dan memperoleh pengalaman berharga yang bisa menjadi bekal mereka meraih sukses kelak. Dalam hal ini antara orang tua harus dibangun komunikasi yang intensif.

Lakukan terus komunikasi yang efektif sehingga bisa terbangun interaksi yang memberi efek positif terhadap anak. Ciptakan pula suasana yang kondusif sekaligus produktif dalam berkomunikasi dengan anak-anak. Misalnya, berupaya aktif bertanya juga mendengar tentang apa yang disampaikan anak-anak.

Dengan begitu, maka komunikasi dengan anak-anak akan benar-benar memiliki nilai manfaat yang sangat tinggi, tanpa biaya sama sekali. Dan yang terpenting, lewat komunikasi seperti ini, secara tidak langsung, Anda telah membantu anak Anda membentuk pribadi yang mandiri dan penuh percaya diri.

Anak adalah unik dengan berbagai potensinya. Mendidik anak bukan suatu yang eksak. Banyak hal yang harus dilalui dengan berprinsip pada bagaimana mengarahkan anak dengan mengedepankan kebaikan dan kebajikan.

Hal yang paling harus dimengerti oleh para orang tua adalah bahwa kesalahan-kesalahan yang dilakukan para orang tua seringkali hanyalah masalah sepele dan tidak disadari, namun bisa berdampak pada mental anak, seperti sikap tertutup dan berontak.

Anak kemudian akan lebih percaya pada orang lain, lebih banyak bercerita berkeluh kesah pada orang lain daripada pada orang tuanya.

Hal ini lah yang harus mendapat perhatian dari para orang tua. Kecenderungan berpikir, moral, dan sosial anak sangat dipengaruhi oleh orang tua, pola pikir, perilaku, dan pendekatan mereka dalam mendidik anak.

Dalam membangun keluarga sebagai salah satu institusi pendidikan yang kuat dan mendasar, peran kedua orang tua sangat menentukan, terutama untuk menjadi contoh atau suri teladan bagi anak-anaknya.

Bahasa teladan dan amal perbuatan ternyata jauh lebih efektif daripada bahasa lisan serta suruhan yang bersifat verbal. Anak-anak melihat apa yang dilakukan, bukan semata-mata mendengar apa yang diperintahkan.

Dan terlebih lagi, akan sangat berbahaya bagi pembentukan karakter anak apabila selalu terjadi kontradiksi antara perkataan dengan perbuatan.

Apabila suasana keluarga baik dan bernuansa pendidikan yang terarah, ayah dan ibu menjadi pendidik dan suri teladan bagi anak-anaknya, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Hal ini memberikan suatu pelajaran yang sangat berharga bahwa posisi keluarga sangat strategis dan menentukan dalam upaya pembentukan karakter sebuah generasi.

Generasi yang baik pada umumnya lahir dari keluarga yang baik, dan sebaliknya, dari keluarga yang rusak, tidak banyak diharapkan munculnya generasi yang memiliki watak dan kepribadian yang baik dan bertanggung jawab.

Terakhir, keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam pendidikan seorang anak. Karena itu, keluarga diharapkan mampu menciptakan suatu sistem pembelajaran yang tujuannya untuk membentuk seorang anak menjadi manusia yang seutuhnya.

Orangtua pada dasarnya adalah guru pertama bagi anak dan orang terdekat bagi si anak yang harus menjadi teladan.  Karenanya, orangtua dituntut bekerja keras untuk memberikan teladan, dan memantaskan diri untuk dapat diteladani.

Hal ini dilakukan dengan harapan dapat menciptakan generasi yang berkualitas dan mampu membawa bangsanya menjadi bangsa yang terhormat. ** Rabu, 31 juli 2019 – Oleh: Fatna Yustianti Alumni UPI dan UNJ >>> Kini aktif bekerja sebagai PNS salah satu Pemerintah Daerah di Tasikmalaya.

Berita Terkait