Usai Lomba Story Telling, Ini Pesan Dewan Juri untuk Panitia dan Guru Pembimbing

(KI-ka) Dewan Juri Lomba Bercerita (story telling), Dudi RS, Nazarudin Azhar (Kang Nunu), Inggri | Redi

Kota, Wartatasik.com – Lomba Bercerita (Story Telling) tingkat SD/MI se-Kota Tasikmalaya yang digelar Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah merupakan jembatan para peserta untuk melaju ke tingkat selanjutnya. Otomatis setiap cerita harus dibawakan pakai bahasa nasional, namun dominasi cerita yang dibawakan identik dengan dongeng daerah (tatar sunda), tentu saja hal itu menjadi salah satu kendala dalam penyesuaian bahasa dan eksplorasi para peserta.

Seperti yang diutarakan salah satu Dewan Juri lomba Nazarudin Azhar sesaat sebelum membacakan hasil penilaian peserta. Ia mengingatkan guru pembimbing murid bisa memilih tema dan kedepannya untuk mengikuti aturan panitia yang wajib pakai bahasa Indonesia, supaya dapat menyesuaikan bahasanya dengan dialek nasional

“Disini banyak peserta membawakan cerita tatar sunda, sehingga ada bahasa daerah yang dipaksa pakai bahasa nasional, alhasil terdengar tidak pas. Sebab idealnya cerita daerah ya harus pakai dialek daerah biar bisa berimajinasi dengan alur ceritanya,“ terang ia.

Nunu (sapaan akrabnya) menambahkan, teks cerita juga tidak harus panjang, karena akan merepotkan anak untuk menghafal, tapi guru pembimbing harus mengolahnya biar sederhana hingga cerita pun akan jadi menarik, ”Jadinya peserta hanya fokus mengingat teks, sehingga lupa dengan suasana sekitar seperti tatapan mata sebagai expresi dalam komunikasi dengan penonton,“ katanya.

Ia mengaku, dalam sesi penyisihan banyak anak yang tampil bagus, namun saat final, penampilan anak tersebut malah jadi menurun, apalagi banyak dongeng dengan tema yang sama, ”Ya mungkin di final, konsentrasi berkurang sehingga artikulasi jadi tidak jelas, bahkan berekspresi yang berlebihan,” tuturnya.

Dewan juri yang diantaranya Duta Bahasa Propinsi asal Tasikmalaya Inggri, dan Budayawan sekaligus Seniman Dudi RS pun mengaku telah ‘melanggar’ ketentuan yang ada. Pasalnya dalam aturan panitia harus menyeleksi hingga sepuluh besar, “Kami memberikan kesempatan kepada para peserta, karena poinnya sangatlah tipis dengan yang lainnya. Untuk itu, Kami putuskan menjadi 15 peserta yang mengikuti babak final menuju tiga besar,” aku Nunu

Ia pun berharap kepada panitia, alangkah indahnya jika kedepan menggelar lomba serupa dapat menyesuaikan cerita dengan tidak ada ketentuan bahasa yang harus dibawakan anak, “Bagi anak yang berhasil menjuarai lomba ini dan otomatis mewakili ke tingkat propinsi, agar lebih giat lagi, karena masih banyak waktu. Kami pun akan memberikan tips cara mempertajam plot, alur dan tokoh yang harus dipahami sehingga bisa berimprovisasi, “Silakan berkomunikasi dengan kami sebelum tanding di propinsi,“ pungkasnya. Redi

Berita Terkait