Dijadikan Lahan ‘Bisnis’, Buku Ramadhan dari Dana BOS di Kab Tasik Diperjualbelikan?

sample buku ramadhan | Red

Kabupaten, Wartatasik.com – Keberadaan buku ramadhan bukan hal tabu lagi bagi anak sekolah, bahkan sangat familiar sebagai sesuatu yang tak bisa dipisahkan dari segala aktifitas di bulan Puasa.

Namun jangan sampai buku yang dicetak tiap tahun sekali itu malah memberatkan finansial orang tua murid.

Menurut Plt Kepala Bidang (Kabid) SMP Disdikbud Kab. Tasikmalaya Drs. H. Dedi Abdullah M.Pd mengatakan, buku ramadhan itu sebagai alat kendali keagamaan dan seyogyanya bisa dibayar dengan dana bos karena termasuk dalam penguatan karakteristik anak didik.

“Nantinya termasuk dalam barang habis pakai yang bisa di gunakan sesuai dengan juklak juknis BOS,” ucap Dedi saat ditemui wartatasik.com, Selasa (07/05/2019).

Plt Kepala Bidang (Kabid) SMP Disdikbud Kab. Tasikmalaya Drs. H. Dedi Abdullah M.Pd | Red

Disinggung diduga adanya oknum yang menjualbelikan buku ramadhan di tiap SMP se-Kab Tasikmalaya, Dedi mengaku belum mengetahui dan secepatnya akan memanggil pihak terkait yang sangkut paut dengan penjualan buku ramadhan.

“Kami akan memanggil pihak yang bersangkutan untuk minta klarifikasi penjualan buku ramadhan,” pungkas Dedi.

Sementara itu, salah seorang murid salah-satu SMPN di Rajapolah mengaku jika ia sudah membeli buku ramadhan seharga Rp.7.000 lalu uangnya diberikan ke bendahara kelas.

“Saya tak tahu bendahara kelas menyetornya ke mana?,” tutur sumber yang minta namanya dirahasiakan.

Ketika pengakuan murid tersebut di konfirmasikan ke kepala sekolah tersebut H. AD langsung menyangkal. Dan mengatakan jika penjualan buku ramadhan adalah urusan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (MGMP-PAI).

“Itu bukan urusan saya, ingat kepala sekolah jangan dilibatkan,” tandas Ade.

Sementara itu Ihin salah seorang orang tua siswa menyebut bahwa anaknya sudah meyerahkan uang sebesar Rp.6000 tapi hingga kini belum menerima buku ramadhan tersebut.

“Kalau itu bisa dibeli dengan dana BOS, kenapa di jual ke siswa? Apalagi kepada kami, tak ada surat penawaran dulu, ‘ujug-ujug kudu meuli we’ (ujug-ujug harus di beli-red),” singkat Ihin. Redi/Sur

Berita Terkait