Tanggapi Statement Berbudaya Santun, Tatang Sebut Hadian Ambigu dan Harus Paham UU No 5 Th 2017

Terkait Pelarangan Ikut Karnaval TOF 2019 karena membawa keranda hitam, PDT Gruduk Kantor Wali Kota Tasikmalaya | dok wartatasik

Kota, Wartatasik.com – Aksi nyeleneh mahasiswa yang ikut karnaval memandu ‘Keranda’ bertuliskan bersihkan dari korupsi langsung diamankan pihak keamanan Tasikmalaya Oktober Festival (TOF).

Menyikapi insiden tersebut, Kepala Disporabupar Kota Tasikmalaya Hadian mengatakan jika aksi demo itu harus berizin dan pas waktu tempatnya

Bahkan Hadian pun mengatakan yang namanya berbudaya harus santun seraya peserta karnaval harus daftar sesuai SOP dan seperti apa sinopsisnya.

Menanggapi hal tersebut, Budayawan Tasikmalaya Tatang Fahat menyebut jika statment Hadian terkesan ‘ambigu’ ketika menyikapi bahwa budaya santun.

“Beliau (Hadian) harus membaca lagi hakekat sebuah peristiwa adalah akumulasi pergulatan “batin” masyarakat melihat ketimpangan yang berkembang,” ucapnya, Rabu (16/10/2019).

Menurut Tatang, justru peristiwa munculnya keranda di perhelatan TOF, itulah suatu kesantunan yang prolosional.

Pasalnya, persoalan persoalan yang berkembang selama ini terkesan tidak ada niat untuk dituntaskan, sikap reaktif Hadian seperti itu, malah semakin jelaslah bahwa di tatanan pemerintah ada yang salah.

“Hadian hendaknya memahami popok pokok pikiran kebudayaan yang tertuang di undang undang no 5 Tahun 2017 tentang pemanjuan budaya sama sekali tidak berpihak pada subtansi lokal genius,” jelasnya.

Diterangkan Tatang, Disbudparpora semestinya faham dari mulai prilaku sosiologi budaya antropologi budaya, sampai ke politik budaya bahkan habit yang berkembang sekarang di wilayah hukumnya (karakter Kota Tasikmalaya).

“Subtantif peristiwa budaya yang akan di gelar yaitu persoalan “nilai”, maka wajar sampai detik ini, wajar jika masyarakat menganggap bahwa TOF mengahambur hamburkan biayalah, tidak sedikit juga berpendapat bahwa TOF ajang Gacrit,” bebernya.

“Karena repertoar yang digelar tidak menyentuh ‘nilai’ tadi. Kalaupun ada kok malah di jegal atau dilarang bahkan di kerdilkan. Paradoks!,” sambungnya.

Klik berita terkait >>> Polemik ‘Keranda’ di Karnaval TOF, Hadian: Berbudaya itu Harus Santun

Lainnya >>> ‘Penjegalan’ Karnaval Keranda, Tatang: Gerakan Nyeleneh Akumulasi Soal Hukum di Kota Tasik

Budayawan Tasikmalaya Tatang Fahat | dokpri

Lanjutnya, disatu sisi, event ini terkesan asal asalan (kalau dibandingkan tahun yang lalu), misalnya panggung pangaung sekelas Imtihan di tambah pengunjung yang kosong.

Padahal kata ia, kegiatan ini salah satu kebanggaan Kota Tasikmalaya tapi stand stand yang sepi pengunjung (Konon pembeli stand akan audensi karena merasa dirugikan telah membeli stand).

“Tidak sadar bahwa peristiwa budaya ini bukan lagi berbicara sektoral tapi berbicara harga diri pemerintahan Kota Tasikmalaya secara menyeluruh,” imbuhnya.

Adapun papar Tatang, pemerintah harus bertanggung jawab dan harus mempertanggungjawabkan di mata masyarakatnya karena uang yang dipakai untuk TOF adalah uang rakyat.

Ia pun meyakini event akan bermartabat jika konsep garap tidak serpihak dan jangan egois karena menjadikan kita seolah olah besar, padahal kecil, apalagi seolah olah penting padahal tidak, seolah olah berbudaya padahal penghancuran budaya.

“Ketika Penguasa (pejabat pengguna anggaran) berselingkuh dengan pedagang (calo) dan atau “Broker” di situlah benih benih kehancuran,” tandasnya.

Catatan tentang berbudaya santun…

Berbicara budaya tekstual pada sebuah peristiwa budaya, berawal dari gambaran intertekstual simiotik.

Bahwa perlambang (simiotika) adalah sesuatu rajutan cerita yang terajut dengan roh hakekat sebuah karya apapun, itu pastilah mewakili jamannya.

Kemudian ekpresi yang diimplementasikan dengan sebuah gerakan budaya (keranda dengan tulisan kota santri bebas korupsi) menjadi suatu pembacaan terhadap rajutan dalam tekstur prilaku budaya saat ini.

Ingat, kesantunan pada sebuah karya apapun tentu saja mengandung kedalam makna dan kedalaman makna hasil dari akumulasi persoalan yang tidak terselesaikan direalitas kongkret.

Dan akhirnya muncul bahasa visual dari hasil renungan yang intens dengan menggunakan sandi-sandi demi kedalaman makna tadi.

Maka prilaku rejim, merupakan muara ekpresi sebagai kekuatanya, energi ini menghasikan hipnotisisme sebagai formula penciptaan sebuah gerakan yang bermakna simbolis. Tim.

Berita Terkait