Polemik Mega Proyek Bendungan Leuwikeris Terus Bergulir, Kini Masuk Sidang Agenda Kesimpulan

Suasana persidangan polemik mega proyek bendungan leuwikeris | Dokpri

Kota, Wartatasik.com – Sidang lanjutan polemik mega proyek bendungan Leuwikeris kini telah memasuki agenda Kesimpulan, sekitar Pukul 11.30 WIB di Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Selasa (26/02/2019).

Pada kesempatan ini kuasa hukum penggugat Ecep Sukmanagara S.Pd, SH., telah menyerahkan Kesimpulan kepada Majelis Hakim. Menurut Ecep, “Secara substantif kesimpulan yang kami serahkan itu menguatkan dalil gugatan,” paparnya.

Diantaranya sebut Ecep, dengan tegas dan jelas ada Perbuatan Melawan Hukum yang telah dilakukan oleh para Tergugat. Kemudian mengenai bantahan-bantahan alat bukti surat dari Tergugat, dan tanggapan untuk saksi-saksi tergugat yang memang keterangannya tidak esensial dan tidak relevan.

“Selanjutnya kami juga mencantumkan hasil dari Pemeriksaan Setempat (PS) yang dilakukan oleh Majelis Hakim di Lokasi Bendungan Leuwikeris. Dan fakta yang dilihat langsung di lapangan memang terdapat banyak lokasi yang bermasalah, diantaranya ada sisa tanah Penggugat yang terkena pembebasan tidak jelas statusnya, ada luas lahan yang hilang,” imbuhnya.

Ia mengatakan yang paling mengerikan itu ada objek vital atas Tanah Negara yang terkena pembebasan lahan dan diatasnamakan pribadi (sudah dilampirkan dalam alat bukti penggugat).

Kemudian Ecep juga mengatakan bahwa kesimpulan ini juga memperinci perbuatan melawan hukum yang dilanggar dari klausul pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

“Perpres RI Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,  dan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah,” katanya.

Yaitu katanya lagi, adanya tim Penilai yang dipilih itu melanggar aturan karena tidak kompatibel dalam hal ini Tergugat I KJPP Adnan Hamidi dan Rekan yang sedang dibekukan oleh Menteri Keuangan tapi kemudian dalam proyek Leuwikeris ini dipakai jadi Appraisal.

“Kekeliruannya juga tidak adanya musyawarah untuk mufakat dalam menentukan harga dengan pihak Penggugat sebagai pemilik tanah, ada juga dalam kesimpulan ini kami masukan dokumen pembebasan lahan berupa berita acara Pelepasan Hak, Kwitansi dsb., tidak diserahkan kepada penggugat,” ujarnya.

“Dan sebagai pembanding ada diskriminatif kami memiliki pembanding Kwitansi yang diberikan kepada tanah HGU PT. Wiracakra yang diberikan dokumennya,” tandas Ecep. Redaksi.

Berita Terkait