Ulama Kakek Buyut KH Maruf Amin Bikin Geger Arab Saudi, Jenazah Tetap Utuh Saat Kuburan Dibongkar

Syekh Nawawi Al-Bantani | Dok. Net

Profil, Wartatasik.com Ada satu diantara ulama asal Indonesia yang sangat dihormati di Arab Saudi, selain karena ilmunya, karomahnya juga pernah membuat geger pemerintah Arab Saudi. Ulama yang merupakan keturunan dari Sunan Gunung Jati itu yakni bernama Syekh Nawawi Al-Bantani.

Guru dari KH Hasyim Asyari atau Mbah Hasyim yang mendirikan Nahdlatul Ulama dan juga KH Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah ini lahir di Banten dan meninggal di Mekkah.

Ulama yang satu ini sangat terkenal dan dihormati masyarakat Indonesia. Beliau merupakan seorang ulama yang lahir di Banten, Jawa Barat. Saat masih hidup keluasan ilmu dan budi pekerti yang luhur membuatnya sering dikunjungi orang yang ingin berguru kepadanya.

Garis nasabnya juga mulia karena terhubung dengan satu diantara Wali Songo. Beliau merupakan satu diantara keturunan dari Sunan Gunung Jati.

Pemerintah Arab Saudi mempunyai kebijakan bahwa jenazah yang telah dikubur selama beberapa tahun kuburannya harus digali. Tulang belulang jenazah kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya.

Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain demi efisiensi pemakaman. Lubang kubur yang telah dibongkar akan dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti.

Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, baik pejabat atau orang biasa, saudagar kaya atau orang miskin, sama terkena kebijakan tersebut. Inilah yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi Al-Bantani (1813-1898).

Satu Ulama yang mengharumkan nama Indonesia di tanah suci. Kuburnya genap berusia 3 tahun, datanglah seorang petugas dari pemerintah kota Makkah untuk menggali kuburnya. Namun yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya.

Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak ada lecet atau tanda-tanda pembusukan seperti umumnya jenazah yang telah lama dikuburkan. Bahkan kain putih kafan penutup jasad beliau tidak sobek dan tidak lapuk sedikit pun.

Sontak kejadian ini mengejutkan para petugas yang sedang membongkar makamnya. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan melaporkan apa yang telah dilihatnya. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan.

Langkah bijak lalu diambil. Pemerintah Arab Saudi melarang membongkar makam Syekh Nawawi Al-Bantani. Jasadnya lalu dikuburkan kembali seperti sediakala. Hingga sekarang makamnya tetap berada di Ma’la, Makkah.

Syekh Nawawi Al-Jawi Al-Bantani (1813-1898) Nama lengkapnya ialah Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin Arabi al-Jawi al-Bantani. Ia dilahirkan di Tanara, serang, Banten, pada tahun 1230 H/1813 M. Ayahnya seorang tokoh agama yang sangat disegani. Ia masih punya hubungan nasab dengan Maulana Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (Cirebon).

Pada usia 15 tahun, Nawawi muda pergi belajar ke Tanah Suci Mekkah, karena saat itu Indonesia –yang namanya masih Hindia Belanda- dijajah oleh Belanda, yang membatasi kegiatan pendidikan di Nusantara. Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Indonesia untuk menyalurkan ilmunya kepada masyarakat.

Tak lama ia mengajar, hanya tiga tahun, karena kondisi Nusantara masih sama, di bawah penjajahan oleh Belanda, yang membuat ia tidak bebas bergiat. Ia pun kembali ke Makkah dan mengamalkan ilmunya di sana, terutama kepada orang Indonesia yang belajar di sana.

Banyak sumber menyatakan Syekh Nawawi wafat di Makkah dan dimakamkan di Ma’la pada tahun 1314 H/1897 M. Namun menurut Al-A’lam dan Mu’jam Mu’allim, dua kitab yang membahas tokoh dan guru yang berpengaruh di dunia Islam, ia wafat pada 1316 H/1898 M.

Syekh Nawawi Al-Bantani adalah satu dari tiga ulama Indonesia yang mengajar di Masjid Al-Haram di Makkah Al-Mukarramah pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dua yang lain ialah muridnya, Ahmad Khatib Minangkabau dan Syekh Mahfudz Termas. Ini menunjukkan bahwa kealiman dan ilmunya sangat diakui tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di semenanjung Arab.

Syekh Nawawi sendiri menjadi pengajar di Masjid al-Haram sampai akhir hayatnya yaitu sampai 1898. Lalu dilanjutkan oleh kedua muridnya itu. Wajar, jika ia dimakamkan berdekatan dengan makam istri Nabi Muhammad, Sayyidah Khadijah ra di Ma’la Makkah.

Syekh Nawawi Al-Bantani mendapatkan gelar Sayyidu Ulama’ al-Hijaz yang berarti Sesepuh Ulama Hijaz atau Guru dari Ulama Hijaz atau Akar dari Ulama Hijaz. Yang menarik dari gelar di atas adalah ia tidak hanya mendapatkan gelar Sayyidu ‘Ulama al-Indonesia sehingga bermakna, bahwa kealimannya tidak hanya diakui di semenanjung Arabia, namun juga di tanah airnya sendiri.

Selain itu, ia juga mendapat gelar al-imam wa al-fahm al-mudaqqiq yang berarti Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam.

Kakek Buyut KH Maruf Amin

KH. Maruf Amin | Dok. Net

Syekh Nawawi juga merupakan kakek buyut KH Ma’ruf Amin.

Kemasyuran Syekh Nawawi Al Bantani banyak diantara muridnya yang kemudian menjadi orang-orang besar.

Diantaranya KH Hasyim Asyari atau Mbah Hasyim yang mendirikan Nahdlatul Ulama dan juga KH Ahmad Dahlan yang mendirikanMuhammadiyah.

Selain itu ada banyak ulama Nusantara maupun dari luar negeri yang kemudian menjadi murid-murid Syekh Nawawi.

Karomah Lain

Selain jasad yang masih utuh saat dibongkar berikut ini merupakan karomah lain yang dimiliki oleh Syekh Nawawi Al Bantani.

Telunjuk Bersinar dan Dapat Menjadi Lampu Penerang

Pada suatu waktu di sebuah perjalanan dalam syuqduf (rumah-rumahan di punggung unta) Syekh Nawawi pernah mengarang kitab dengan menggunakan telunjuknya sebagai lampu.

Hal tersebut terjadi karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yang ia tumpangi, sementara aspirasi untuk menulis kitab tengah kencang mengisi kepalanya.

Syekh Nawawi kemudian berdoa kepada Allah agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu, menerangi jari kanan yang akan digunakannya untuk menulis.

Kitab yang kemudian lahir dengan nama Maraqi al-‘Ubudiyyah syarah Matan Bidayah al-Hidayah itu harus dibayarnya dengan cacat pada jari telunjuk kiri, karena cahaya yang diberikan Allah pada telunjuk kirinya itu membawa bekas yang tidak hilang.

Melihat Ka’bah dari Tempat Lain yang Jauh

Karamah lain Syekh Nawawi juga diperlihatkannya di saat ia mengunjungi Masjid Pekojan, Jakarta.

Masjid yang dibangun oleh Sayyid Utsman bin ‘Agil bin Yahya al-‘Alawi (mufti Betawi keturunan Rasulullah S.A.W) itu ternyata memiliki kiblat yang salah.

Padahal yang menentukan kiblat bagi mesjid itu adalah Sayyid Utsman sendir.

Tak ayal, saat Syekh Nawawi yang dianggapnya hanya seorang anak remaja tak dikenal menyalahkan penentuan kiblat, Sayyid Utsman sangat terkejut.

Diskusi pun terjadi antara keduanya, Sayyid Utsmân tetap berpendirian bahwa kiblat Mesjid Pekojan tersebut sudah benar, sementara Syekh Nawawi remaja berpendapat arah kiblat haruslah dibetulkan.

Saat kesepakatan tidak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras, Syekh Nawawi remaja menarik lengan baju Sayyid Utsmân dan dirapatkan tubuhnya agar bisa saling mendekat, kemudian berkata:

“Lihatlah Sayyid!, itulah Ka’bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka’bah itu terlihat amat jelas? Sementara Kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke arah Ka’bah.” ”

Sayyid Utsman termangu. Ka’bah yang ia lihat dengan mengikuti telunjuk Syekh Nawawi remaja memang terlihat jelas.

Sayyid Utsman merasa takjub dan menyadari bahwa remaja yang bertubuh kecil di hadapannya itu telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur basyariyyah.

Yang dengan karamah itu, di manapun dia berada Ka’bah akan tetap terlihat. Dengan penuh hormat Sayyid Utsman langsung memeluk tubuh kecil Syekh Nawawi.

Sampai saat ini di Masjid Pekojan akan terlihat kiblat digeser dan tidak sesuai aslinya.

Shalat di Dalam Mulut Ular Besar

Suatu hari ketika dalam perjalanan, Syekh Nawawi istirahat di sebuah tempat untuk azan kemudian salat.

Setelah ia azan ternyata tidak ada orang yang datang, akhirnya ia qamat lalu salat sendirian.

Usai shalat Syekh Nawawi kembali melanjutkan perjalanan, tapi ketika menengok ke belakang, ternyata ada seekor ular raksasa dan mulutnya sedang menganga.

Akhirnya ia tersadar bahwa ternyata ia salat di dalam mulut ular yang sangat besar itu.

Menghasilkan Karya-karya yang Fenomenal

Karamah Syekh Nawawi yang paling tinggi dapat dirasakan ketika membuka lembar demi lembar Tafsir Munir yang ia karang.

Kitab Tafsir fenomenal tersebut menerangi jalan siapa saja yang ingin memahami firman Allah.

Begitu juga dari kalimat-kalimat lugas kitab fiqih, Kasyifah al-Saja yang menerangkan syariat.

Dan ratusan hikmah di dalam kitab Nashaih al-‘Ibâd. Serta ratusan kitab lainnya yang akan terus menyirami umat dengan cahaya abadi dari buah tangan Syekh Nawawi al-Bantani. surya.co.id | wartatasik.com

Berita Terkait