Dedi Mulyadi: Pancasila Baru Tegak, Belum Jadi Ruh dalam Semangat Kenegaraan Kita

Cawagub Jabar Dedi Mulyadi bertemu dengan nenek jompo sebatangkara yang mengeluh mahalnya harga listrik di Desa Sukaratu, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut | Dok. Net

Regional, Wartatasik.com Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai, komitmen dalam menjaga Pancasila sebagai ideologi negara merupakan komitmen konstitusional yang tidak bisa diganggu gugat. Negara dan bangsa ini memiliki kesepahaman yang sama dan para penjaga konstitusi pun harus tertata secara ketatanegaraan.

“Tetapi, apabila kita melakukan telaah dan mau mengakui realitas kehidupan sosial kita, Pancasila baru tegak dari sisi konstitusional tetapi belum hidup dan menjadi ruh dalam semangat kenegaraan kita. Maka Pancasila harus jadi ruh,” jelas Dedi, Jumat (1/6/2018).

Selama ini, tambah Dedi, spirit warga negara terhadap Pancasila lebih pada semangat kelembagaan bukan pada pengamalan sejak zaman BP7, penataran P4 dan ragam doktrin lainnya. Pancasila terasa begitu bergelora tetapi sering mati dalam jiwa sosial kehidupan kenegaraan kita.

“Ada hal yang dilupakan dalam mewujudkan cita rasa Pancasila sebagai dasar negara yaitu menerjemahkan sila-sila dalam Pancasila dari sila pertama sampai sila kelima dalam kehidupan kenegaraan kita,” tambah dia.

Menurutnya, undang-undang yang mengikat penyelenggara negara maupun masyarakat untuk menata kehidupan sosial belum menjelma secara nyata, mulai dari mengatur spirit berketuhanan dan perlindungan kebebasan berkeyakinan. Serta sikap-sikap yang menjunjung tinggi kemanusiaan, persatuan, gotong royong, kerakyatan dalam hikmah sampai keadilan sosial dalam kehidupan kebangsaan kita.

“Mereka yang menjunjung tinggi nilai persatuan dan rajin bergoyong-royong, apresiasi apa yang diberikan oleh negara? Mereka yang tidak pernah mau bergotong-royong dan bersikap individualis, membatasi diri dengan lingkungan, hukuman apa yang diberikan oleh negara? Sampai hari ini belum ada aturan yang mengaturnya,” terang Dedi.

Jaminan negara terhadap kehidupan sosial, orang miskin, kebutuhan pangan, sandang dan papan yang memadai sampai jaminan kesehatan belum dirasakan secara sempurna. Jaminan negara selama ini baru terealisasi dengan UU BPJS.

“Sebetulnya, kesibukan kita baru sebatas membahas, menetapkan dan mengubah kembali berbagai peraturan mulai dari pemilihan legislatif, presiden dan kepala daerah. Seolah hanya itulah kepentingan bagi negeri ini,” jelasnya.

Dengan demikian, lanjut Dedi, apakah di hari kesaktian tahun ini Pancasila akan tetap menjadi produk kelembagaan atau akan mengubah kehidupan masyarakat menuju masyarakat yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Sedangkan kesejahteraan dan keadilan adalah amanah undang-undang yang harus dilaksanakan, bukan kebijakan populis dadakan.

Soalnya, kata Dedi, kalau ini terus berlanjut, kemiskinan dan ketidakadilan sosial akan selalu menjadi objek politik untuk mendulang suara karena mudah dan murah untuk membelinya. “Kesejahteraan dan keadilan sosial harus menjadi orientasi konstitusional, bukan sebatas budi baik para pengambil kebijakan,” pungkasnya. kompas.com | Wartatasik.com

Berita Terkait