‘Jegal’ Bawa Keranda Mayat dalam Karnaval HUT Kota Tasik, Nanang: Itu Bentuk Arogansi Kekuasaan

Peserta menggotong keranda mayat berbalutkan kain hitam dihelaran TOF 2019 kemarin ini menarik perhatian masyarakat atau pengunjung disekitar area | dok. Netizen

Kota, Wartatasik.com – Buntut dari “penjegalan” peserta karnaval yang menggotong replika keranda hitam pada helaran TOF 2019 beberapa waktu lalu oleh petugas keamanan area tersebut mengundang keprihatinan dari berbagai kalangan, diantaranya budayawan dan pemerhati kebijakan.

Seperti halnya diutarakan Pemerhati Kebijakan H Nanang Nurjamil, Ia mengaku sangat menyesali tindakan Pemkot Tasikmalaya yang ‘menjegal’ masyarakat yang turut berpartisipasi memeriahkan HUT kota Tasikmalaya dengan Menggotong Keranda Mayat dengan ditutup kain hitam bertuliskan “Bersihkan Kota Santri Dari Korupsi”.

“Itu adalah pesan moral dan bagian dari menyampaikan pendapat di muka umum yang merupakan hak asasi manusia dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat(1), dan Pasal 28 serta Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Secara teknis yang lebih mendetail diatur dalam Undang undang nomor 9 tahun 1998,” tuturnya kepada wartatasik.com, Selasa (15/10/2019).

Undang undang tersebut lanjut Nanang, tentang: Kemerdekaan menyampaikan pendapat di Muka Umum.

“Dalam Bab l, Pasal-1, ayat-1 Undang-undang tersebut diatur bahwa, Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tukasnya.

Apa itu yang dimaksud dimuka umum? beber Nanang, ayat 2 menjelaskan bahwa yg dimaksud dimuka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang.

“Kemudian menyampaikan pendapat juga bisa dilakukan melalui cara pawai sebagaimana diatur dalam pasal-1, ayat-4, yaitu, Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak-arakan di jalan umum,” imbuhnya.

Selanjutnya tambanya lagi, Pasal 2, ayat (1) mengatur bahwa, Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Klik Berita terkait >>> ‘Penjegalan’ Karnaval Keranda, Tatang: Gerakan Nyeleneh Akumulasi Soal Hukum di Kota Tasik

H. Nanang Nurjamil | dokpri

“Hanya memang dalam ketentuan pasal berikutnya diatur bahwa : Pasal 6, warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk, a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, kemudian Pasal 8 menetapkan bahwa masyarakat berhak berperan serta secara bertanggung jawab untuk berupaya agar penyarnpaian pendapat di muka umum tersebut dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai,” ucapnya.

Oleh sebab itu, ia berpendapat, aksi sekelompok mahasiwa menggotong keranda mayat bertuliskan “Bersihkan Kota Santri Dari Korupsi” pada acara pawai karnaval dalam rangka HUT Kota Tasikmalaya yang ke-18 tersebut tidak menyalahi aturan.

“Selama tidak menganggu ketertiban dan mengganggu hak-hak kebebasan orang lain, sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku,” ujar Nanang.

Jadi katanya, menggotong replika keranda mayat tidak menyalahi norma dan etika. “Dengan melarangnya justru bisa menjadi indikasi arogansi kekuasaan,” tegas Nanang.

Ia menandaskan, yang terpenting itu tidak mengandung unsur SARA, adanya tuduhan pada orang pribadi atau kelompok selama belum ada keputusan hukum tetap, selama yg disampaikan adalah lebih kepada saran.

“Harapan, kritikan atau himbauan, tidak harus dilarang, kalau dilarang justru yang melarang bisa kena jerat hukum karena melanggar undang-undang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum,” pungkasnya.  Tim

Berita Terkait