Minimnya Keseteraan ‘Gender’ di Parlemen, Sejumlah Aktifitas Perempuan Deklarasikan FoSP2T

Minimnya Keseteraan ‘Gender’ di Parlemen, Sejumlah Aktifitas Perempuan Deklarasikan FoSP2T | Suslia

Kota, Wartatasik.com – Jelang perhelatan pesta demokrasi 2024, perhatian para aktivis perempuan mulai menggeliat. Sejumlah aktifis di Kota Tasikmalaya mulai membangun kekuatan untuk dapat duduk dan berpartisipasi dalam parlemen.

Seorang aktivis perempuan Kota Tasikmalaya Heni Hendini warga Perum Kota Baru, Tamansari, Kota Tasikmalaya mengungkapkan peran perempuan dalam berpolitik masih rendah.

Menurutnya, rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen sedikit banyak berpengaruh terhadap isu kebijakan terkait kesetaraan gender dan belum mampu merespon masalah utama yang dihadapi oleh perempuan.

Lanjut Heni, untuk mewujudkan harapan tersebut perlu dibangun satu organisasi untuk membangun jejaring untuk meningkatkan kapasitas perempuan dalam berpolitik, salah satunya dengan mendeklarasikan Forum Silaturahmi Perempuan Politik Tasikmalaya (FoSP2T).

“FoSP2T kita Deklarasikan dimaksudkan sebagai bengkelnya aktivis perempuan untuk peningkatan kapasitas dan membangun jejaring gerakan bersama mewujudkan 30% anggota legislatif perempuan di Kota Tasikmalaya,” ungkapnya, Jumat (01/07/2022).

Ia menjelaskan, lahirnya FoSP2T dilatarbelakangi juga oleh berlarut-larutnya penyelesaian dinamika musda/muscab Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Kota Tasikmalaya 14 Desember 2019 yang lalu yang tak kunjung selesai.

Heni bersama belasan aktivis perempuan menilai sikap DPD KPPI yang menolak hasil musda tersebut menimbulkan permasalahan.

“Bahkan Ketua DPD KPPI Jabar saat itu tidak bersedia memanggil ketua KPPI kota Tasik yang dia Lantik untuk duduk bersama yang ia nilai menjadi preseden buruk bagi perkembangan KPPI,” terang Heni.

Ditempat terpisah Ketua Bawaslu Kota Tasikmalaya Ijang Jamaludin mengapresiasi terhadap eksistensi FoSP2T, menurutnya dapat dijadikan sebagai sebagai dukungan dan mengawal kebijakan afirmatif perempuan di ekosistem politik.

Ijang menyebut, dengan dideklarasikannya FoSP2T itu menunjukan bahwa motivasi, partisipasi perempuan dalam mengambil kebijakan kebijakan politik dan kebijakan publik sudah semakin tinggi, tinggal diperkuat dari sisi kemampuan dan kualitas perempuan itu sendiri dalam dunia politik.

Lanjut Ijang, Alat ukur untuk partisipasi perempuan dalam politik diantaranya, Pertama Gender, bahwa peran perempuan dalam sosial kultural masih dipengaruhi budaya patriarki, paradigma ini harus dirubah karena posisi dan peran perempuan memiliki porsi yang sama dalam politik.

Kedua, gerakan feminisme, bahwa perempuan harus mengetahui potensinya dalam pembangunan dimasyarakat yang akan meningkatkan sumber kekuatan dalam membangun ekosistem politik. Ketiga, kebijakan afirmatif 30 persen keterwakilan perempuan dalam politik diatur dan di payungi regulasai undang undang.

Keempat, partisipasi politik yang sudah terbuka lebar bagi perempuan, dari mulai perancangan kebijakan sampai ikut terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan politik dan yang Kelima motivasi, hasrat dan dorongan untuk melakukan tindakan politik dengan tujuan tertentu.

“Dari kelima alat ukur itu, saya memandang, jika ada kegiatan, atau sekelompok perempuan yang sadar untuk mendeklarasikan diri sebagai dukungan dan mengawal kebijakan afirmatif perempuan di ekosistem politik,” beber Ijang.

“Itu menunjukan bahwa motivasi, partisipasi perempuan dalam mengambil kebijakan kebijakan pilitik dan kebijakan publik sudah semakin tinggi, tinggal diperkuat dari sisi kemampuan dan kualitas perempuan itu sendiri dalam dunia politik,” tutupnya. Suslia.

Berita Terkait